Laman

profil

Jumat, 18 September 2015

Guru SD Harus Bayar Rp 7 Juta untuk Ikut Sertifikasi



Hasil gambar untuk guru honorer

Biaya sertifikasi yang harus dibayar guru berdasarkan taksiran kalangan perguruan tinggi adalah Rp 7 juta per semester.
Mulai 1 Januari 2016 guru harus membayar sendiri biaya sertifikasi profesi. Biaya sertifikasi yang harus dibayar guru berdasarkan taksiran kalangan perguruan tinggi adalah Rp 7 juta per semester. Bagi guru TK dan SD biaya proses sertifikasi sekitar Rp 7 juta. Sedangkan untuk guru SMP, SMA, dan SMK mencapai 14 juta.

Baca juga: Guru Harus Bayar Sendiri untuk Ikut Sertifikasi

Proses sertifikasi tetap dilaksanakan di kampus Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNYS), salah satu LPTK, Rochmat Wahab mengatakan durasi sertifikasi untuk guru TK dan SD adalah satu semester. Sedangkan untuk guru SMP, SMA, dan SMK durasi sertifikasi selama dua semester.

Menurut Rochmat biaya untuk sertifikasi ini dipakai untuk kebaikan guru sendiri. Sebab setelah mendapatkan sertifikat profesi, guru berhak mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Bagi guru PNS besaran tunjangan setara dengan gaji pokok dan untuk guru non-PNS mendapatkan TPG sebesar Rp 1,5 juta per bulan.

Pemerintah ke depan hanya membayar TPG saja. Sedangkan biaya untuk memperoleh sertifikasi, ditanggung masing-masing guru. Kebijakan ini memang bisa memicu polemik di masyarakat. Rochmat berharap para guru memaknai biaya sertifikasi hingga Rp 14 juta itu sebagai investasi, layaknya mau kuliah S2.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata yang SekolahDasar.Net lansir dari JPNN (17/09/15) membenarkan bahwa tahun depan berlaku kebijakan sertifikasi mandiri, yaitu sertifikasi yang biayanya ditanggung guru sendiri. Aturan ini berlaku bagi guru yang mengajar setelah tahun 2005.

Guru dalam jabatan yang baru bekerja per 1 Januari 2006 berjumlah 547.154 orang guru. Mereka inilah yang harus menanggung biaya sertifikasinya sendiri-sendiri. Pranata beralasan bahwa dalam UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen kewajiban pemerintah memang menanggung biaya sertifikasi guru yang bekerja sejak sebelum 2005.
[SekolahDasar.Net | 17/09/2015]

Ini Alasan Gaji Guru Honorer Minimal Harus Rp 3 Juta




Hasil gambar untuk guru

UMP guru honorer harus lebih tinggi daripada buruh karena ada ongkos pendidikan di sana.
Dalam aksi demo honorer kagetori dua (K2) hari ini (15/09), salah satu tuntutannya adalah perbaikan upah minimum pendidikan (UMP). Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistyo mengatakan standar minimal gaji guru honorer Rp 3 juta per bulan.

Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena guru honorer harus membeli buku untuk menambah kompetensi. Berbeda dengan buruh yang tidak perlu membeli buku dan lain-lain.

Baca juga: Guru Honorer Dapat Dana Pensiun dan Asuransi

"UMP guru honorer harus lebih tinggi daripada buruh karena ada ongkos pendidikan di sana," kata Sulistyo yang SekolahDasar.Net kutip dari JPNN.

Tuntunan perbaikan kesejateraan ini mendapat dukungan dari Sekjen KSPI Muhammad Rusdi. Menurutnya, kalau UMR buruh UMR Rp 2,9 juta, ‎guru honorer harus Rp 3,1 juta.

"Tahun depan, buruh harus naik UMP-nya menjadi Rp 3,3 sampai Rp 3,5 juta per bulan. Berarti guru honorer mesti lebih tinggi dari itu," kata Rusdi.

Selama ini guru honorer hanya digaji di bawah Rp 300 ribu per bulan. Itu pun kadang dibayarkan tiap tiga bulan sekali. Hal itu dinilai tidak manusiawi. Sulistyo mengatakan mereka dipekerjakan layaknya guru PNS tapi hak-haknya dikebiri.
[SekolahDasar.Net | 15/09/2015]

Kamis, 03 September 2015

SYARAT HONORER DIATAS 35 TAHUN BISA JADI CPNS




Kementerian Pendayagunaan Apratur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) menutup peluang honorer kategori dua (K2) berusia di atas 35 tahun untuk diangkat menjadi CPNS.

Hal ini menyusul keluarnya amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan tiga honorer soal batasan usia 35 tahun yang termaktub dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Saya sebenarnya tengah mencari celah untuk memasukkan honorer K2 usia di atas 35 tahun menjadi CPNS. Namun karena ada honorer yang pilih jalur ke MK dan hasilnya seperti itu, saya mau bilang apa lagi. Putusan MK itu mengikat dan harus dilaksanakan,” tegas MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi kepada media ini, Senin (31/8).

Dia menyebutkan, semestinya honorer mengambil sikap sabar dan tidak gegabah. Meskipun yang mengajukan bukan dari salah satu forum, namun penggugatnya adalah honorer.

“Saya ini sangat taat aturan, apa yang diputuskan MK harus saya laksanakan. Di dalam amar putusan MK kan sudah jelas, 35 tahun batas terakhir menjadi CPNS. Otomatis honorer yang usianya di atas 35 tahun tidak bisa diangkat CPNS lagi,” tandasnya.
style="line-height: 14px; margin: 0px; padding: 0px;">Meski begitu, pemerintah tetap punya rasa kemanusiaan juga. Yuddy mengatakan, pihaknya tetap menaati kesepakatan politik dengan Komisi II DPR RI. Di mana salah satunya menyebutkan, kuota 30 ribu honorer K2 yang tidak terisi karena ditinggalkan tenaga bodong akan diisi dengan honorer K2 yang tidak lulus tes tapi memenuhi syarat.

Kuota 30 ribu ini akan tetap diisi honorer K2 tanpa batasan usia (bisa di atas 35 tahun). Hanya saja mekanisme pengajuannya diserahkan ke daerah. Pemda yang akan mengusulkan, siapa-siapa honorer K2 yang masuk kuota 30 ribu itu.

Bagi pemda yang tidak mengusulkan, akan dilewati karena sejak tahun lalu kan sudah dimintakan melakukan verifikasi validasi honorer K2 disertai Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). “KemenPAN-RB juga saat ini tengah menggodok formulasi bagaimana pengisian kuota 30 ribu itu seperti yang tertera dalam PP 56/2012,” ujarnya.

Bila 30 ribu honorer K2 diangkat, itu berarti masih ada 409 ribuan yang nasibnya tidak jelas. Menurut Yuddy, ke-409 ribuan honorer itu akan diangkat melalui jalur umum sesuai UU ASN, di mana aturannya adalah usianya maksimal 35 tahun.

“Saya tidak bisa ambil kebijakan yang bertentangan dengan it. Perlu diingat, UU ASN yang sudah digugat honorer ‎‎itu menurut Mahkamah tidak diskriminatif terhadap tenaga honorer. Pasal-pasal UU ASN tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu mari kita hormati putusan MK tersebut,” pungkasnya.
(Sumber : http://fajar.co.id ).